Minggu, 24 Februari 2008

KIDZANIA INDONESIA ke 3 di Dunia setelah di Mexico dan Tokyo Jepang

Saya juga ikut senang.... Kidzania Indonesia dibanjiri pengunjung, katanya sampai antri untuk bisa dapat tiket masuk, mungkin shobat2 dan adik-adik belum tahu kalau sebahagian besar peralatan yang ada di Kidzania merupakan "buatan dalam negeri" alias dikerjakan oleh putra putri bangsa Indonesia sendiri. Hal ini karena Pak Riza Chalid (pemilik Kidzania Indonesia) sangat cinta dan support terhadap produk buatan dalam negeri.
Mobil Listrik Butan Kami di Kidzania...
Beberapa peralatan bermain di Kidzania Indonesia merupakan buatan tangan kami di Marlip. Awalnya kami merasa kesulitan juga karena mobil-mobil yang dipesan kekami tidak dilengkapi dengan data-data spesifikasi yang detail, untungnya ada foto2 yang diambil di Kidzania Mexico bisa membantu, semua mobil2 tersebut menggunakan motor listrik sebagai tenaga penggerak supaya tidak bising dan tidak polusi alias mengeluarkan asap... Mobil molen dirancang hanya pada bagian molennya saja yang mutar, ini foto2nya Foto 1 : Mobil Molen (Holcim). Kalau Go-Kart juga pakai battrai lumayan bisa dipakai kebut-kebutan, (Foto 2 : Go-Kart), Mobil pemadam kebakaran dibuat sedemikian rupa supaya bisa menyerupai mobil pemadam aslinya, wah asyik juga ya bisa naik pemadam kebakaran, kan kalau mobil aslinya kan tidak bisa membaya penumpang kecuali petugas pemadam, nah supaya bisa naik maka adik-adik seolah-olah jadi petugas pemadam beneran..(Foto 3 : Mobil Fire Car).
Ada stasiun pengisian bahan bakar, karena pada bagian Gun-nya dibuat getar dan dilengkapi dengan display counter digital maka seolah-oleh ada BBM yang keluar melalui selangnya,


(Foto 4 : SPBU).

Mobil ambulance untuk mengankut pasien di rumah sakit (Foto 5 : mobil ambulance). Ada mobil Bus yang bisa digunakan berkeliling kota Kidzania...
Semoga Kidzania bisa semakin sukses dan membangun kidzanianya di beberapa kota di Indonesia. Atau ada pengusaha lainnya yang tertarik juga untuk membangun arena bermain seperti ini dan mau bekerja sama dengan kami dalam hal pembuatan mobil-mobil electrik.. Amiin

Read More......

Selasa, 19 Februari 2008

Alhamdulillah 1 unit Mobil Listrik Marlip pesanan G E- Singapore hari ini telah tiba di Pelabuhan Singapore

Seru juga ya… hari ini saya sangat bahagia sekali, menurut informasi dari buyer kami (G E di Singapore) bahwa mobil Marlip pesanan mereka telah tiba. Sejak dulu memang kami selalu mendambahkan mobil listrik buatan kami bisa melancong kenegeri tetangga. Alhamdulilla tepat tgl 19 Pebruari 2008 Mobil Marlip Tiba di Singapore. Perjalanan yang panjang dan cukup melelahkan, namun ini adalah tantangan baru bagi TIM Marlip agar produknya bias mendapat kepercayaan dari negeri lain. Setelah secara selektif memilih buyer maka perusahaan G E menjadi pilihan untuk dijadikan parntner, disamping bentuk kerjasama yang ditawarkan cukup menguntungkan keduabela pihak, kami juga merasa senang menjalin komunikasi dengan beberapa engineering dan managernya disana. Seingat saya beberapa waktu yang lalu kami juga mendapat tawaran dari seorang pengusaha dari Brunei Darussalam yang akan membeli 100 unit mobil marlip, ada juga dari Bangladesh yang hendak memesan mobil Marlip dalam jumlah besar (150 unit per bulan) namun pada saat itu kami belum bias memenuhinya karena keterbatasan modal dan kapasitas produksi kami yang masih sangat terbatas dan juga kami memilih lebih berhati-hati dalam melakukan penjualan keluar negeri, kata orang-orang yang lebih berpengalaman bahwa jika terjadi sesuatu (perselisihan pembayaran misalnya) maka akan mengakibatkan kerugian besar.. wah bias bangkrut……
Mobil Marlip yang dibeli oleh pihak G E di Singapore ini jenis Golfo R.410-GL/GLX. Sesuai dengan kesepakatan Perusahaan G E juga kami tunjuk sebagai agen penjualan untuk Singapore, Dubai dan Malaysia. Menurut proposal yang ditawarkan bahwa sebagai perusahaan yang bergerak dalam Industrial service’s di berbagai Negara maka perusahaan G E akan menjadikan mobil Marlip menjadi salah satu peralatan yang akan disewa-sewakan ke konsumen mereka. Mohon do’a restu semoga semuanya berjalan lancer.. amiin
Catatan: G E adalah Initial Company yang menjadi Buyer kami di Singapore (sengaja dirahasiakan karena kami belum dapat persetujuan resmi dari mereka utk publikasi ini)

General Specifications :
Passenger capacity: 4
Range (loaded) (km) : 80
Max. speed (km/h) :30.5
Minimum turning radius (m) : 3
Max. movement after brake : ≤4m
Overall dimensions (L x W x H ) : 2400mmX1180mmX1750mm
Max. loading weight : 340kgs
Net weight : 480kgs
Body : Steel framework + Composite fiber glass body
Seats : Sponge + artificial leather
Floor : Steel + Composite fiber glass
Dashboard : forward/reverse switch, battery capacity indicator, ignition key
Lighting system and horn1 headlights, 2 front turn signals, 2 taillights( each combined 1 brake light with 1 turn signal)
Battery : Deep cycle 6 Volt 200 Ah x 6 Series parallel configuration / 36 Volt 200 AH
(Astra Group INA Suplies)
Charger : Indonesia origin, input 220 V-50Hz, output 36V, 25A
Motor : 3 HP, 36 Volt DC Series Traction, (General Electric Supplies)
Wheel (8"), wheel cap and tire : 18x8.5-8 wide tire
Controller : Solid Stated Speed Control 36-48 Volt 400 Ampere
Steering system : Single-stage rack and pinion steering system, automatic rocker compensating function
Brake system : Mechanical drum brake
Accelerator : Steeples speed change
Suspension system : Front and rear plate spring + vibration absorber
Driving mode : Rear axle two stage deceleration, motor direct driving
Rear axle : rear axle, gear ratio12.49:1
Reversing alarm : Standar Marlip

Read More......

Senin, 11 Februari 2008

NASIONALISME DAN TEKNOLOGI "Kebangkitan Pemuda Merebut Teknologi untuk Bangsa"



a.Membangun Pola Pikir Berjuang Merebut Teknologi
Kasihan bangsa, yang menjadikan orang dungu sebagai pahlawan, dan menganggap penindasan penjajah sebagai hadiah….
(Kahlil Gibran, Cinta Keindahan Kesunyian) Tidaka kita merasa.....
PEMIKIRAN untuk mengembangkan dan memanfaatkan teknologi di berbagai sektor terutama pada sektor industri baik dalam skala besar maupun industri kecil dan manengah dalam rangka meningkatkan nilai tambah dan mencapai peningkatan kemampuan sumber daya manusia khususnya bagi pemuda bukan lagi hal baru, akan tetapi hal yang baru pada gagasan ini adalah bagaimana mengiring segala potensi pemuda dan kemampuan teknologi nasional dalam “merebut teknologi itu sendiri”
Jika kita mau relajar dari kegagalan, berapa banyak perusahaan dengan investasi besar dengan konsep alih teknologi tidak sanggup lagi beroperasi. Contoh IPTN yang sekarang menjadi PT.DI, konsep pendiriannya dilaksanakan dengan konsep alih teknologi, dengan harapan agar putra-putri terbaik bangsa dapat mendapatkan alih teknologi pembuatan pesawat dari negara lain. Perusahaan Raksasa tersebut telah menyedot uang negara begitu besar dengan mudahnya jatuh terpuruk dan kini asetnya dijual BPPN dan tidak sedikit menjadi sumber penderitaan rakyat serta mengakibatkan banyaknya terjadi pengangguran teknokrat?
Yang menjadi pertanyaan seberapa jauh kita mampu mengalihkan teknologi pembuatan pesawat terbang tersebut? Saya yakin tidak ada satupun negara yang mau dengan mudah mengalihkan kemampuan teknologi negaranya kepada negara lain walaupun telah dibayar mahal..
Mungkin hasilnya akan jauh berbeda jika pendirian PT. Dirgantara Indonesia tidak meninggalkan jejak pendirinya dahulu dimana membuat pesawat dengan kemampuan yang dimiliki sendiri dengan hanya mendapatkan ilmu sebagai bahan perbandingan serta berupaya “mencuri” ilmu yang dimiliki oleh negara lain.

b. Pola Pikir Penguasaan Teknologi Yang Terbangun
Belum lama ini seorang teman baik saya baru saja kembali dari german menyelesaikan program S3 di bidang mesin pembangkit listrik, keberankatan beliau ke German untuk memperdalam bidang perancangan Generator listrik dengan harapan ketika selesai study beliau yakin akan mampu membuat generator listrik yang akan diproduksi di dalam negeri. Lengkapnya cita-cita beliau hendak merancang generador listrik dengan putaran rendah yang dapat menhasilkan daya listrik besar sehingga dapat digunakan pada pembangkit listrik tenaga angin. Setibanya kembali di indonesia beluai membawa bebarap konsep rancangan yang siap untuk dilaksanakan, tahun pertama di indonesia beliau sangat antusias untuk mewujudkan mimpinya dalam mebuat generator tapi sayangnya sampai pada tahun ke tiga seusia saat melakukan pendidikan di german generator listrik yang dicita-citakan belum juga nampak tanda-tanda jadi, akhirnya pada suatu kesempatan tertentu beliau menyampaiakan keluhannya kepada saya; Srah.. ko’ kalau saya lihat di german itu membuat mesin generator dengan mudah dilakukan oleh orang di bengkel-bengkel kecil di pinggir jalan, dan hasilnya bagus dan mereka mampu menjual produknya kepabrikan besar untuk diberi merek dan dipasarkan secara luas, tapi kalau di indonesia ini saya sudah tiga tahun mulai merancang dan membuat tapi ko’ Belem jadi-jadi ya…semangatnya kurang kali… kata saya, engga’ juga saya sudah mencoba dengan berbagai formula….tapi Belum juga ada hasil… Saya langsung menanyakan kepada teman saya itu seperti ini :
Apaka anda tahu orang german yang mebuat generator di bengkel pinggir jalan itu kalau pagi dia sarapan apa? Putranya berapa? Minuman yang paling beliau senangi minuman apa? istrinya namanya siapa?..... teman saya ini mendadak bingun… aneh kata dia, ngawur kamu srah.. ngapain saya harus tahu masalah yang tidak ada hubungannya dengan teknologi membuat generator listrik yang saya butuhkan..??!!
Nah.. inilah yang saya maksud, sebuah pola fikir yang tidak nyambung… sebuah polah fikir yang dibangun dengan konsep alih teknologi…bukan merbut teknologi… kalau kita mau relajar dari sejarah orang-orang besar dengan karya yang monumental maka kita akan melihat bagaimana awal merka memulai dalam upaya merebut kejayaannya…Makanya dalam bidang teknelogi seorang yang berhaasil mencatatkan HKI teknologi yang mengandung nilai kebaruan atau biasa disebut invensi disebut sebagai inventor atau penemuh bukan peng-alih teknologi, seorang yang sukses dalam bidang bisnispun juga demikian umumnya mereka ádala karyawan yang tekun dan dipercaya oleh pemilik atau pengusahanya lalu kemudaian beralih mendirikan usaha sendiri yang pada akhirnya mampu mengalahkan prusahan diman tempat dia bekerja sebelumnya. Bagaimana mungkin kita dapat dengan mudah mendapatkan sebuah kemampuan yang ditemukan atau dilakoni bertahun-tahun oleh sesorang hanya dalam waktu yang singkat tanpa jurus merebut ¡!!!.
Sebagai ilustrasi, sebuah rumah makan di daerah purwakarta jawa barat sederhana namun sangat ramai pengunjuang karena terkenal dengan menu ayam gorengnya yang disajikan dengan sambel tomat, karena saking ramenya seorang pengusaha bermodal tertarik untuk meminta izin kepada ibu pemilik rumah makan tadi dengan tawaran untuk mendirikan rumah makan dengan nama yang sama dengan membayar lisensi agar sang ibu memberitahu resep mengajarkan cara –cara menggoreng ayam dan membuat sambel tomat, singkatnya ilmu menggoreng ayam dan membuat sambel tomat pun telah dikuasai hanya dalam waktu satu hari belajar. rumah makan yang baru dengan penataan istimewa pun telah berdiri. Diluar dugaan, sudah menginjak 2 tahun rumah makan yang didirikan ditempat yang strategis, penataan yang istimewa dengan strategi bisnis moderen ternyata sangat sepih dari pengunjung, setelah diselidiki ternyata pengunjung rata-rata hanya datang satu kali untuk mencicipi dan setelah itu mereka tidak mau lagi mapir ke rumah makan yang baru tersebut dan kembali makan di rumah makan yang lama milik sang ibu tadi, masalahnya adalah karena rasanya tetap berbeda…lalu dimana letak perbedaannya? Alat penggoreng dan bahan ayam dan sambel serta cara pembuatannya ilmunya sama bersumber dasi sang ibu tadi…tapi ko’ rasanya berbeda aneh juga? Inilah yang disebut dalam istilah “ Transformation Know How” mungkin saja ilmunya sudah terserap habis oleh juru masak yang ada di rumah makan baru tadi, tetapi “know-how”nya yang tidak bisa dengan mudah dia dapatkan dari sang ibu tadi.. Now how ini adalah sesuatu yang dimiliki oleh para pemilik atau penemu teknologi/cara/metode/formula atau apalah namanya yang senantiasa melekat dalam dirinya sehingga merekapun sangat sulit intuk mendeskripsikan..apalagi mentransformasi atau memindahkan ke orang lain..”know how” ini lahir dan tumbuh mengikuti meningkatnya “kehalian” seseorang, dimana “keahlian” adalah sebuah kemampuan yang dilakukan secara berulang-ulang, tentunya yang menjadi modal dasar dalam menemukan kehlian tersebut harus memiliki “Ingenuitas, Kreativitas, dan kontinuitas serta konsistensi “, belajar dari kekagagalan alih teknologi goreng ayam dan membuat sambel tomat diatas maka untuk menjual coto makassar di Jakarta misalnya supaya laris tidak jarang pengusaha memboyong satu keluagra pedagang coto makassar ke Jakarta untuk membuat coto makassar pada rumah makan coto yang mereka buat dan terbukti ramai pengunjung karena rasanya tidak ada bedanya coto makassar yang dijual di makssar.
Tulisan Ini saya ambil dari Buku saya yang sama judulnya dengan posting ini.

Semoga bisa menjadi inspirasi bagi kita semua...

Read More......

Senin, 04 Februari 2008

PROFESOR RISET, MARLIP, dan OLIMPIADE SAINS

Tulisan ini menarik perhatian saya makanya saya posting ulang di blog saya ini. Nyinggung nama Marlip Solanya (gaweanku) walaupun hanya dikit hehehe.. begini lengkapnya:
PROFESOR RISET, MARLIP, dan OLIMPIADE SAINS
Oleh: Rahardi Ramelan, Guru Besar, Fakultas Teknologi Industri - ITS Surabaya.
Ahli Peneliti Utama - BPPT
Angin segar diakhir bulan September 2005 untuk para peneliti dan ilmuwan kita, dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menpan No. 128/2004, bahwa Ahli Paneliti Utama (APU) dapat mempergunakan gelar Profesor Riset. Satu perjuangan yang panjang untuk mendapatkan “pengakuan” yang lebih baik. Guru Besar adalah jabatan fungsional tertinggi dalam bidang pendidikan tinggi dan dapat mempergunakan gelar profesor. Sedangkan Ahli Peneliti Utama adalah jabatan fungsional tertinggi bagi peneliti, dan biasanya memakai gelar APU. Masalahnya adalah gelar APU ini tidak banyak diketahui oleh masyarakat. Kita perlu mengakui bahwa masyarakat kita masih banyak menilai seseorang dari gelarnya. Demikian juga dengan para peneliti kita yang dipuncak kariernya mendapatkan gelar APU, menghadapi masalah pengakuan dalam masyarakat. Sebutan APU di masyarakat samasekali tidak dikenal dibandingkan dengan Profesor. Dengan dipakainya gelar Profesor Riset untuk Ahli Peneliti Utama, merupakan satu terobosan yang sudah lama dinanti oleh para peneliti. Penghargaan saya sampaikan kepada Ketua LIPI dan Menristek/Kepala BPPT yang telah menuntaskan perjuangan yang panjang tersebut.
Tapi apa maknanya pemberian gelar Profesor Riset ini? Kita memiliki beragam pusat penelitian di tanah air ini. Baik lembaga yang berdiri sendiri seperti LIPI, BATAN, LAPAN, BPPT, dan yang lainnya, demikian juga badan-badan penelitian yang berada diberbagai departemen dan kementerian. Kita memiliki juga pusat-pusat kajian dan penelitian diperusahaan-perusaahaan baik BUMN maupun swasta, serta lembaga-lembaga indipenden. Yang lebih penting lagi, bahwa kita memiliki potensi dan aset yang besar, yaitu para peneliti dan pemikir bebas berbasis ilmu pengetahuan (sains). Sayangnya fasilitas fisik dan SDM lembaga-lembaga penelitian ini kurang dapat dimanfaatkan dalam bidang pengajaran. Diharapkan dengan keputusan pemberian gelar Profesor Riset bagi para Ahli Peneliti Utama, maka baik fasilitas fisik maupun para Profesor Riset-nya dapat dimanfaatkan bagi program-program S-2 dan S-3 bekerjasama dengan perguruan tinggi. Bekerja sama dengan Guru Besar – Profesor di perguruan tinggi. Para Profesor Riset tersebut dapat terlibat penuh, baik sebagai promotor ataupun sebagai pembimbing para mahasiswa yang sedang menempuh program S-2 dan S-3.
Selain itu dipenghujung tahun 2005 ini para pemuda kita, bisa membuktikan kwalitas keilmuwannya dalam berbagai Olimpiade Sains. Menggondol medali emas dan juara umum dalam berbagai kompetisi internasional. Sungguh membanggakan dan memberikan harapan bagi masa depan bangsa ini. Tetapi apa artinya kalau mereka harus berhenti disitu. Hanya puas dengan medali emas dan juara. Bukan itu cita-cita mereka, tetapi bagaimana kerja keras dan ketekunan mereka dalam sains akan berguna bagi masyarakatnya.
“MARLIP” dan Start Up Company
Sewaktu Presiden SBY mencanangkan tahun 2005 – 2006 sebagai Tahun Ilmu Pengetahuan Nasional, Presiden telah menantang para ilmuwan untuk menunjukan hasil-hasil nyatanya. Dari berbagai hasil para ilmuwan dan peneliti, “Marlip” telah mencuri perhatian para pengunjung. Marlip atau Marmut - LIPI, adalah kendaraan yang menggunakan motor listrik sebagai daya dorongnya. “Marlip” menghadapi masalah dan rintangan dalam komersialisasi hasil penemuan, sama dengan hasil-hasil penemuan lainnya. Yaitu dana yang diperlukan untuk mematangkan satu penemuan supaya bisa menjadi produk yang diterima pasar, permasalahan yang sudah kronis dihadapi oleh ilmuwan dan peneliti kita. Berbagai upaya dan langkah-langkah telah lama dicoba dan dilaksanakan, tetapi belum ada break through yang signifikan. Hambatan yang dihadapi dalam komersialisasi hasil-hasil penelitian dan penemuan terutama disebabkan tidak adanya modal ataupun dana yang dapat menunjang kegitan tersebut. Dalam mendukung untuk berkembangnya satu perusahaan baru - Start Up Company, khsusunya yang berbasis iptek, ada dua komponan yang penting. Pertama adalah fasilitas untuk dapat mempertemukan segala aspek yang diperlukan untuk satu “usaha”. Proses produksi, perhitungan biaya, dana, pemasaran dan lain-lain. Untuk hal tersebut berbagai perguruan tinggi dan lembaga-lembaga penelitian telah mendirikan dan memiliki (Technology) Incubator – Inkubator (Teknologi). Berbagai ragam Inkubator tersebar didaerah-daerah. Selain inkubator telah dirintis juga yang dinamakan Open Laboratory, dimana laboratorium mengundang investor untuk bekerja sama melaksanakan komersialisasi hasil penelitian didalam laboratorium, dengan menambahkan beberapa peralatan yang diperlukan untuk produksi. Tetapi kenyataan yang kita hadapi adalah, bahwa dengan adanya berbagai inkubator dan open laboratory, belum bisa melahirkan start up company. Hambatan utamanya ialah, kurangnya atau tidak adanya dukungan dana.
Komponen kedua, seperti diungkapkan diatas, adalah modal atau dana. Dalam tahap penelitian, pemerintah sejak tahun 1990-an telah mengembankan program RUT (Riset Unggulan Terpadu), kemudian disusul dengan RUK (Riset Unggulan Kemitraan). Kedua program ini menyediadakan dana APBN untuk program-progran penelitian lintas institusi dan kemudiaan didalam program RUK diadakan kerjasama dengan swasta. Memasuki pematangan suatu hasil penelitian, yang biasanya dilakukan didalam inkubator, diperukan sumber dana lain yang sering dinamakan seed capital. Dari hasil inilah akan lahir pengusaha dan perusahaan baru berbasis iptek. Start up company (sebutan kepada perusahaan yang baru ini) berbasis iptek, biasanya dimotori hanya oleh perorangan atau kelompok yang berhasil melakukan penelitian dan pengembangan produk atau proses tertentu, yang sudah matang untuk dikomersialisasikan. Mereka tidak memiliki aset yang dapat dijadikan kolateral untuk mendapatkan kredit perbankan. Sebab itu diperlukan dana yang ikut dalam usaha baru ini. Usaha yang berisiko tinggi, tapi juga bisa menjadi leader dalam bidangnya. Dana atau modal semacam ini biasanya disediakan oleh Venture Capital (Modal Ventura). Ditahun 1970-an pemerintah telah memulai usaha ini dengan PT Bahana. Disusul kemudian hampir disemua daerah dibentuk Modal Ventura Daerah. Sayangnya dalam prakteknya, perusahaan-perusahaan tersebut tidak bertindak sebagai modal ventura seperti yang diharapkan, melainkan memberikan pinjaman dengan pengembalian melalui bagi hasil, dan ikut dalam manajemen perusahaan baru tersebut. Sehingga dalam perkembangannya perusahaan modal ventura tersebut tidak dapat diandalkan untuk membantu start up company berbasis iptek.
Setelah krisis tahun 1997, beberapa perusahaan modal ventura dari Amerika Serikat, Eropa, Jepang dan Malaysia, berhasil melakukan operasinya di Indonesia. Perusahan ventura tersebut mengincar perkembangan dalam bidang IT dan bioteknologi yang memasuki tahap komersialisasi dan membentuk start up company.
Ketiadaan atau keterbatasan APBN dan seed capital akan mengurangi lahirnya marlip-marlip baru. Sederetan “marlip-marlip” lainnya menunggu uluran tangan pendanaan modal ventura. Medali emas dan juara umum diajang Olimpiade Sains bukan tujuan akhir para pemuda kita. Mereka tidak ingin hanya “menang” dalam perlombaan, mereka ingin berbuat sesuatu untuk masyarakatnya, mereka juga ingin menjawab tantangan Presiden. Sudah saatnya otoritas moneter dan keuangan, serta para legislator, sungguh-sungguh memperhatikan masalah ini. Janganlah ketekunan dan kebanggaan para peneliti dan ilmuwan kita hanya akan berakhir sebagai Profesor Riset saja, atau para pemuda dan mahasiswa kita bangga sebagai pemenang didalam kontes saja. Terobosan Ketua LIPI dan Menristek belum tuntas sepenuhnya. Selamat berjuang.
LP Cipinang, awal Desember 2005.
Dimuat di Harian Republika, tgl 21 Desember 2005

Read More......