Langka, kalau tidak bisa dikatakan tidak ada, peneliti Indonesia berstatus pegawai negeri sipil yang di tengah penelitiannya turut membangun industri sekaligus berperan memasarkan produk. Masrah adalah salah satunya.
Masrah (33) merupakan tokoh penting di balik lahirnya mobil marmut listrik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau Marlip. Dia menjadi ketua tim penelitian sejak tahun 1998. Marlip kembali menarik perhatian berbarengan dengan pencanangan Tahun Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) 2005-2006 di Monas beberapa pekan lalu.
Sejak digagas tahun 1998 dan tanpa anggaran pada tahun pertama, hingga kini jumlah Marlip yang diserap pasar ada 50 unit. Pencapaian itu di luar perkiraan, karena fase uji coba dan pemasaran dalam perencanaan Masrah ditargetkan baru pada tahun 2008.
Awal pemasaran Marlip tahun 2001 lalu, ketika Masrah nekat menyanggupi pesanan RSUD Karawang sekalipun belum sempurna. Ia sempat berbeda pandangan dengan para senior, khususnya mengenai arti teruji (proven) produk penelitian.
Proven bagi saya bila konsumen nyaman dan puas menggunakan. Kalau proven berarti memenuhi standar orang asing, namanya kita dibohongi, kata ayah dua anak itu. Ia pun tegas menolak tawaran kerja sama asing seperti China. Alasannya, secara internal tim peneliti belum siap.
Penolakan itu berlatar belakang visi industri otomotif dalam negeri berbasis riset. Saya rela jadi tumbal demi visi itu, kata insinyur elektro lulusan Universitas Muslim Makassar itu.
Ia sadar, sumber daya manusia peneliti dalam negeri sebenarnya berlimpah dengan kemampuan tak perlu diragukan. Persoalannya hanya kesempatan dan wadah.
Mimpi saya perahu industri otomotif berbasis riset akan menampung peneliti, termasuk mereka yang di luar, kata suami dari Rina Yusnita SH (31) dan ayah dari M Iqbal Maulana Hasanuddin (6), Nurilmi Z Adelia (3), dan M Ikhsan Maulana Taqwim (10 bulan).
Membangun perahu
Sejak awal Masrah sudah membuat peta riset Marlip, mulai ide, penelitian, prototipe, pengujian, pengajuan hak paten, komersialisasi, hingga Marlip model jalan raya yang ditargetkan tahun 2010 mendatang.
Demi visi itu pula, Masrah rela membagi waktu sebagai peneliti LIPI sekaligus karyawan swasta di perusahaan pembuat motor roda tiga di Bandung untuk belajar sistem penggerak kendaraan. Dua tahun kemudian ia ditawari posisi direktur produksi.
Dirasa cukup, Masrah kembali aktif membangun perahu industri otomotif berbasis riset dalam negeri. Keuletannya membuahkan tiga hak paten, satu di antaranya sistem penggerak mobil listrik.
Kini bentuk perahu tersebut kian jelas. Kesempurnaan teknis, seperti waktu pengisian baterai menjadi 2,5 menit saja, hanya soal waktu. Pasar? Kian hari permintaan meningkat.
Tahun ini, misalnya, Masrah bernegosiasi dengan sebuah resor golf di Bogor. Namun, ia memilih menghentikan negosiasi pesanan 180 unit Marlip tipe golf karena terbentur harga.
Pihak resor menawar Rp 35 juta per unit dari harga yang ditawarkan Rp 50 juta. Harga ini separuh harga mobil sejenis yang diimpor pihak resor. Tawaran Marlip bahkan lebih baik karena disertai garansi lima tahun dan penggantian suku cadang gratis setahun pertama.
Sebenarnya bukan soal harga, tetapi bagaimana penghargaan terhadap pencapaian teknologi. Kalau semua bersikap begitu, bagaimana industri kita mau maju? lanjut peraih gelar magister manajemen dari Universitas Indonesia itu.
Kapal pun berlayar
Menyiasati keengganan kalangan industri, peneliti LIPI angkatan 1986 itu berinisiatif mendirikan perusahaan Marlip Indo Mandiri pada tahun 2003, di mana ia menjabat direktur utama. Awalnya tujuh pegawai bekerja di bekas garasi di Bandung dengan sewa Rp 7,5 juta per tahun. Kini perusahaan sanggup menghasilkan 300-an unit per bulan berskenario perakitan. Untuk mempertahankan usaha di tengah seretnya pesanan, Masrah pun menerima pembuatan pagar.
Pengajuan kredit tambahan modal perusahaan pun ditolak bank karena soal jaminan. Tiga sertifikat hak paten miliknya tidak berlaku di mata bank.
Untuk mengatasi kendala lemahnya modal itu, Masrah menggaet 15 usaha kecil dan menengah di sekitar Bandung yang pernah gulung tikar di sekitar untuk menyuplai komponen sekaligus menjadi investor. Mereka kini memasok 40 persen komponen, seperti pembubutan, karet, per, dan jok dengan sistem pembayaran dilakukan setelah Marlip laku.
Masrah mengakui ada risiko cukup besar dalam sistem suplai komponen seperti itu. Namun, semua berjalan didasari keyakinannya atas masa depan Marlip yang kian benderang.
Kini proyek Marlip telah melibatkan 17 peneliti LIPI yang mendukung pengembangan sistem. Seiring dengan meningkatnya citra dan waktu, mereka yakin hanya soal waktu Marlip akan diproduksi massal. Masrah pun yakin ketika berujar, Perahu ini tidak akan oleng.
Sumber : Harian Kompas
Senin, 28 November 2005
GESIT ARIYANTO
Senin, 07 Januari 2008
Kompas- "Marlip Masrah Kian Melaju"
Diposting oleh MASRAH MARLIP di 01.22
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar